By Be Samyono (28102009-11.00)
Fenomena jejaring social sedikit banyak bisa kita kata sebagai wabah. Tak kurang banyak orang menanyakan kepemilikan facebook dalam pergaulan. Seakan tak afdol bila belum mempunyai ‘KTP’ di jaringan maya ini. Semua orang terasa demam untuk berlomba menyosialisasikan dirinya. Sebagai bentuk dari mikroblogging, facebook dirasa sangat instant dan tepat bagi budaya kita yang suka nimbrung bahkan ‘bergosip’, dan meluapkan keramahan. Bentuk yang lebih cepat mendapat reaksi daripada era blog yang dulu memang sempat mewabah. Bandingkan dengan blog yang kita harus lebih dahulu melakukan blog walking untuk menyosialisasikan diri bahkan juga untuk memberi komentar. Namun disini facebook tidak. Jaringan kita akan segera terbentuk dengan cepat begitu kita terhubung dengan sesama member, secepat komentar pada status yang kita update. Inilah istantnya.
Bahkan beberapa fungsi milist, mini blog, foto & video sharing bahkan agenda telah lengkap menghuni fitur Facebook. Bagaimana kita tidak tergiur dan tergila gila. Bahkan semua handphone terbaru belakangan ini tidak menonjolkan kata “akses Internet” untuk menunjukkan fitur internet yang dibenamkan dalam produknya. Tapi justru kata “Bisa Facebook-an!” lebih mempunya daya jual.
Belakangan banyak saya dengar rekan-rekan saya ribut-ribut dengan muara masalah pada facebook. Dari masalah kehilangan produktifitas, jauh dari keluarga, boros, kecanduan sampai perselingkuhan. Ada yang menjauhi facebook sebagai pemecahan masalahnya bahkan ada yang dengan extrem berucap “SAY NO TO FACEBOOK”. Perlukah?
acebook adalah situs web jejaring sosial yang diluncurkan pada 4 Februari 2004 dan didirikan oleh Mark Zuckerberg, seorang lulusan Harvard dan mantan murid Ardsley High School. Keanggotaannya pada awalnya dibatasi untuk siswa dari Harvard College. Dalam dua bulan selanjutnya, keanggotaannya diperluas ke sekolah lain di wilayah Boston (Boston College, Boston University, MIT, Tufts), Rochester, Stanford, NYU, Northwestern, dan semua sekolah yang termasuk dalam Ivy League. Banyak perguruan tinggi lain yang selanjutnya ditambahkan berturut-turut dalam kurun waktu satu tahun setelah peluncurannya. Akhirnya, orang-orang yang memiliki alamat surat-e [email] suatu universitas (seperti: .edu, .ac, .uk, dll) dari seluruh dunia dapat juga bergabung dengan situs jejaring sosial ini. Selanjutnya dikembangkan pula jaringan untuk sekolah-sekolah tingkat atas dan beberapa perusahaan besar. Sejak 11 September 2006, orang dengan alamat surat-e [email] apa pun dapat mendaftar di Facebook. Pengguna dapat memilih untuk bergabung dengan satu atau lebih jaringan yang tersedia, seperti berdasarkan sekolah, tempat kerja, atau wilayah geografis. Hingga Juli 2007, situs ini memiliki jumlah pengguna terdaftar paling besar di antara situs-situs yang berfokus pada sekolah dengan lebih dari 34 juta anggota aktif yang dimilikinya dari seluruh dunia. Dari September 2006 hingga September 2007, peringkatnya naik dari posisi ke-60 ke posisi ke-7 situs paling banyak dikunjungi,[4] dan merupakan situs nomor satu untuk foto di Amerika Serikat, mengungguli situs publik lain seperti Flickr, dengan 8,5 juta foto dimuat setiap harinya.
Jujur facebook sebagai salah satu sarana jejaring di satu sisi memberi kita begitu banyak manfaat positif. Ketemu teman lama, menambah jaringan baru, mendapatkan group diskusi dan sebagainya bahkan menjadi tenar dan narsist. Namun tak urung sisi lainpun muncul sebagai keresahan. Facebbook seakan menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh, membuat kita terpeleset dengan tabiat suka membuat status dan komentar “sampah” yang tak produktif serta berstatus “vulgar” yang mestinya masuk dalam kategori private. Bahkan seringkali kita berdoa pada facebook daripada menjaga komunikasi kita sendiri pada yang diatas. Apapun itu sah-sah saja bagaimanapun facebook bisa dikata sebagai jejaring social yang mau tak mau semua orang bebas mengekspesikan diri didalamnya. Sebagian menjadikannya hal serius untuk bisnis , membangun diri dan sebagian sebagai permainan sekedar melepas penat sesaat. Dan pada akhirnya kita melihat facebook sama halnya sebagai pisau bermata dua. Tinggal kita sebagai user untuk bisa mengambil kontrol akan fungsinya. Akankah kita tetap berpegang pada “menJAUHkan yang DEKAT dan menDEKATkan yang JAUH” atau kita ingin “ makin menDEKATkan yang DEKAT juga menDEKATkan yang JAUH”.
Kalau kita jeli sebenarnya banyak fitur facebook yang bisa digunakan untuk keperluan bisnis. Ambil contoh groups dan fanspage yang dikelola dengan baik tentunya akan memompa kinerja usaha kita. Belum lagi semakin terkaitnya beberapa situs seperti blog, twitter , plurk, dll yang bisa saling berhubungan akan memudahkan kita mengelolanya. Saya sendiri membuat beberapa groups untuk mengelola komunikasi saya dengan mahasiswa saya ataupun komunitas alumni dan tenis saya yang jelas terasa manfaatnya. Status yang tak membangun dan komentar yang tak konstruktifpun saya pikir sudah saatnya untuk tidak lagi dilakukan agar lebih bisa mengambil sisi produktifitas waktu yang saya curahkan untuk bermain facebook.
Memang mungkin saatnya bagi kita untuk BIJAK memanfaatkan jejaring social ini sesuai dengan kebutuhan dan fungsi kita. Karena segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan secara positif tentunya akan lebih indah resultnya.





4 comments
Setujuh….Good article.
Saya punya akun di fb, tapi jarang ke sono paling cuma nge-game, mas… lebih suka ngeblog 😀
kayaknya FBnya di link ma plurk yah tuteh