Perdagangan Manusia, Mengapa?

By Be Samyono (30082008.00.45)

Dalam buku berjudul : Ketika Mereka Dijual “ Perdagangan Perempuan dan Anak di 15 Propinsi di Indonesia, terbitan International Catholic Migration Commision (ICMC) Indonesia dan American Center for International Labor Solidarity (ACILS) dipaparkan berbagai hal hingga timbulnya perdagangan manusia. cukup menarik untuk disimak karena berbagai faktor turut andil hingga praktek seperti ini masih marak terjadi di dunia modern dimana masa perbudakan telah lama dihapuskan. Saya sendiri menyimpulkan Beberapa sebab perdagangan manusia masih terjadi di Indonesia karena:

a.Faktor berkurangnya kesejahteraan masyarakat dan makin menurunnya kemampuan ekonomi:
Menyebabkan satu motivasi untuk keluar dari keadaan dan dorongan untuk memperbaiki nasib di tempat lain.  Dan kondisi ini menjadi target utama modus perdagangan manusia.

b.Faktor pendidikan yang masih rendah:

Memberikan kontribusi ketidak trampilan dan ketidak pengetahuan seseorang sehingga membuat mereka tidak bisa berbuat banyak saat mengalami ketidak adilan atau sebagai korban.

c.Faktor Penegakan hukum yang lemah:

Memberikan andil ketidakjeraan oknum pelaku untuk terus mempraktekkan modus operandinya disamping di sisi lain tidak memberikan keterpihakan pada korban. Hingga korban memilih diam dan tidak mengangkat persoalan. Perbuatan perdagangan orang hanya dipahami dalam konteks pelacuran sesuai pasal 297 KUH Pidana dan Undang-Undang Perlindungan Anak. Kasus ini menjadi sangat jelas, ketika Indonesia mengikuti definisi kejahatan perdagangan orang berdasarkan definisi yang ditetapkan PBB (Protokol Palermo) yang mengatur tentang definisi, proses, cara dan tujuan yang diasumsikan bagian dari kejahatan perdagangan orang. Bahkan, acuan inilah yang kemudian baru dipergunakan DPR dalam menyusun Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang di Indonesia. Jelas merupakan langkah hukum dari pemerintah yang terlambat, karena undang-undang sebagai payung hukum aparatur, terbentuk setelah peristiwa pidana sekian lama telah terjadi.

d.Undang-undang yang tidak tersosialisasi:
Undang-undang di lingkup internasional maupun nasional telah banyak yang mengatur mengenai perdagangan manusia, prostitusi, perkawinan antar bangsa juga ketenagakerjaan. Namun dengan ketidaktahuan dan kesadaran akan undang-undang ini membuat modus perdagangan manusia leluasa bergerak.

e.Ketidaktersediaan Data akurat:
Data mengenai korban perdagangan manusia, area penyebaran kegiatan-kegiatan yang berpotensi sebagai tempat perdagangan manusia, dan jumlah imigran masih sangat minim sehingga sulit untuk memantau secara signifikan apalagi melakukan satu pengawasan melekat.

f.Keimigrasian yang longgar:
Imigrasi sebagai gerbang keluar masuknya penduduk disatu perbatasan sangat longgar dan lemah dalam mengawasi lalulintas manusia sehingga dengan mudah perdagangan manusia berlangsung tanpa pencegahan.

g.Peran PJTKI yang belum maksimal:
PJTKI sebagai lembaga yang mengatur penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negri sangat tidak meksimal kinerjanya dan disinyalir justru membuahkan praktek-praktek yang menyuburkan modus ini terutama hubungannya dengan yayasan penyalur tenaga kerja.


Facebooktwitterredditpinterestmail

You may also like

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


3 + = twelve